Wednesday, November 30, 2016

PENGERTIAN KALAM, LAFADZ, MUROKKAB, MUFID, DAN WADL'U

Ø KALAM
أَلْكَلَامُ هُوَ اللَّفْظُ الْمُرَكَّبُ الْمُفِيْدُ بِالْوَضْعِ
Yang dinamakan kalam menurut istilah ulama’ Nahwu yaitu lafadz yang tersusun, yang memberi faidah dengan disengaja atau dengan menggunakan bahasa arab
Penjelasan
Perbedaan kalam menurut istilah ulama’:
a.    Kalam menurut istilah bahasa: yaitu setiap perkara yang memberi faidah, bisa berupa tulisan (kitabah), isyaroh, bundelan (genggaman) tangan untuk menunjukan hitungan (uqod), beberapa pasangan/bangunan (nusub), seperti Mihrob untuk menunjukan Qiblat, kayu yang dipasang dekat pintu untuk menunjukan tempat sandal dan tempat mandi yang ditutup rapat, menunjukan perempuan juga bisa berupa keadaan tubuh yang memberi kefahaman (lisanul hal) seperti mondar-mandir menunjukan bingung dll.
b.    Kalam menurut ulama’ Nahwu: yaitu perkara yang disusun dari dua kalimah atau lebih dan berfaidah dengan secara disengaja (atau dengan menggunakan bahasa arab).
Contoh: زَيْدٌ قَائِمٌ       Zaid berdiri
Contoh ini tersusun dari dua kalimah, yaitu lafadz زيد dan lafadz قائم dan memberikan faidah menetapkan hokum berdiri pada zaid.
c.    Kalam menurut ulama’ fiqh: yaitu setiap ucapan yang membatalkan sholat, yang berupa satu huruf yang memahamkan seperti lafadz قِ (fiil amar dari masdar wiqoyah) yang bermakna jagalah dirimu, ataupun dua huruf walaupun tidak memberi faham seperti huruf nafi.
d.   Kalam menurut ulama’ Mutakallim (ahli tauhid): yaitu ungkapan dari sifat yang qodim (dahulu tanpa permulaan) yang berada pada dzatNya Allah sepi dari huruf dan suara.
e.    Kalam menurut ahli Ushul: yaitu lafadz yang diturunkan pada nabi Muhammad untuk mengalahkan musuh dengan paling pendeknya surat (al-Kautsar) yang termasuk ibadah dengan membacanya.

Ø AL-LAFDZU ( اَللَّفْظُ  )
هُوَ الصَّوْطُ الْمُشْتَمِلُ عَلَى بَعْضِ الْحُرُوْفِ الْهِجَائِيَةِ
Lafadz yaitu suara yang mengandung huruf hijaiyah, yang diawali huruf alif dan diakhiri huruf ya’
Contoh: زيد mengandung huruf د, ي, ز
Lafadz dibagi dua, yaitu:
1.    Lafadz Muhmal ( مُهْمَلٌ )
Yaitu lafadz yang tidak dicetak wadhi’ul lughot (peletak bahasa) untuk menunjukan makna. Contoh: lafadz دَيْزٌ kebalikan lafadz زَيْدٌ
2.    Lafadz Musta’mal ( مُسْتَعْمَلٌ )
Yaitu lafadz yang dicetak wadhi’ul lughot (peletak bahasa) untuk menunjukkan makna.
Lafadz Musta’mal dibagi tiga, yaitu:
1.    Lafadz Mufrod
Yaitu lafadz yang juz (bagian) dari lafadznya tidak bisa menunjukkan juz dari maknanya. Contoh: زَيْدٌ
2.    Lafadz Murokkab
Yaitu lafadz yang juz dari lafadz itu tidak bisa menunjukkan makna, sedang jika melihat dari sisi lain, juz lafadz itu bisa menunjukan makna.
Contoh: عَبْدُ اللهِ (nama orang)
Lafadz ini ditinjau sebagai alam (nama) maka juz lafadznya seperti lafadz عَبْدٌ tidak bisa menunjukkan juz maknanya (seperti tangan dll) namun jika dilihat sebagai mudlof dan mudlof ilaih maka menunjukan makna.
3.    Lafadz Muallaf
Yaitu lafadz yang juz-juz dari lafadznya bisa menunjukkan Madlul lain dari semua sudut/sisi pandang.
Contoh: زَيْدٌ مُنْطَلِقٌ     Zaid bepergian

Ø AL-MUROKKAB ( اَلْمُرَكَّبٌ )
هُوَ مَا تُرَكِّبَ مِنْ كَلِمَتَيْنِ فَأَكْثَرَ تَرْكِيْبًااِسْنَادِيًّا
Yaitu lafadz yang tersusun dari dua kalimah atau lebih dengan susunan isnadi (penisbatan/penyandaran hukum yang menjadi kesempurnaan faidah)
Contoh:
1)   قَامَ زَيْدٌ       Zaid telah berdiri
2)   زَيْدٌ أَخُوْكَ   Zaid saudaramu
3)   أَنَا قُمْتُ      Zaid berdiri
Murokkab yang menjadi persyaratan kalam harus berupa susunan isnadi, hal ini mengecualikan selain tarkib isnadi, yaitu:
1.    Tarkib Mazji ( تَرْكِيْبٌ مَزْجِيٌّ )
Yaitu dua kalimah yang disusun dan dijadikan satu kalimah.
Contoh:
v  بَعْلَبَكَ         : Asalnya lafadz بَعْلٌ dan بَكٌ
Nama daerah di Negara Syam, berhawa sejuk
v  بَيْتَ لَحْمٍ      : Asalnya lafadz بَيْتٌ dan لَحْمٌ
Nama daerah di palestina
2.    Tarkib Idlofi ( تَرْكِيْبٌ اِضَافِيٌّ )
Yaitu susunan lafadz yang terdiri mudlof dan mudlof ilaih.
Contoh: قَلَمُ زَبْدٍ         Penanya (bolpenya) Zaid
3.    Tarkib Taushifi ( تَرْكِيْبٌ تَوْصِيْفِيٌّ )
Yaitu susunan dua kalimah dan lafadz, yang kedua menjelaskan makna lafadz yang pertama.
Contoh: خَاتَمُ حَدِيْدٍ          cincin besi
بَابُ سَاجٍ         pintu kayu jati
4.    Tarkib Taqyidi ( تَرْكِيْبٌ تَقْيِيْدِى )
Contoh: اَلْحَيَوَانُ النَّاتِقُ

Ø AL-MUFID ( اَلْمُفِيْدُ )
هُوَ الْمُفْهِمُ مَعْنَى يَحْسُنُ السَّكُوْتُ عَلَيْهِ بِحَيْثُ لَايَبْقَى لِلسَّامِعِ اِنْتِظَارٌ مُقَيَّدٌ بِهِ
Yaitu lafadz yang memberi kefahaman pada makna, yang diamnya mutakallim dan sami’ dianggap bagus, sekiranya tidak menunggu yang diqoyyidi (ditentukan dengan menunggu yang sempurna).
Contoh: قَامَ زَيْدٌ      Zaid telah berdiri
§  Contoh ini dinamakan mufid karena memberikan kefahaman, yaitu berdirinya Zaid, sehingga diamnya mutakallim dan sami’ dianggap bagus, karena ketika mendengar ucapan itu, sami’ sudah faham dan tidak lagi menunggu yang sempurna kelanjutan ucapan mutakallim.
Dari uraian diatas, maka fi’il muta’addi yang sudah menyebutkan failnya, tapi belum ada maf’ul bihnya, bias dinamakan mufid (dan kalam), dikarenakan hanya menunggu sebentar kelanjutan ucapan mutakallim, tidak seperti lamanya (sempurnanya) menunggu ketika fi’il belum menyebutkan failnya, mubtada’ belum menyebutkan khobarnya dan jumlah syartiyah belum menyebutkan jawabnya.
Menurut pendapat yang rojih (unggul) faidah dalam kalam tidak disyaratkan tajaddul faidah (harus berupa faidah yang baru), seperti:
اَلنَّارُ حَارٌّ        api itu panas
اَلسَّمَاءُ فَوْقُنَا    langit itu diatas kita
Walaupun sami’ sudah mengetahui artinya contoh tersebut dinamakan kalam, karena bila tajaddul faidah disyaratkan, maka akan menimbulkan suatu susunan. Kalimah bias dinamakan kalam jika sami’nya sudah mengerti, dan tidak dinamakan kalam jika sami’nya belum mengerti, sedang yang dilihat adalah dzatiyahnya lafadz sudah memberi faidah, bukan pada sami’nya.
Ø AL-WADL’U ( اَلْوَضْعُ )
Ulama’ nahwu terdapat dua pendapat dalam pengertian wadlo’ yaitu:
1.    Jika melihat dilalahnya kalam adalah wadl’iyah (asal cetaknya), maka pengertian wadlo’ adalah menggunakan bahasa arab, mengikuti pengertian ini maka bahasa selain Arab seperti Turki, India, dan lain-lain tidak bisa dinamakan kalam.
2.    Jika melihat dilalahnya kalam adalah aqliyyah maka pengertian wadlo’ adalah ucapan yang disengaja.

Menurut Syaikh Kholid dalam kitabnya “Syarhu Matnil-Ajurumiyah” berkata: “diantara dua pendapat itu yang ashoh adalah yang kedua, yaitu kalam diartikan ucapan yang disengaja”.