Ø KALAM
أَلْكَلَامُ
هُوَ اللَّفْظُ الْمُرَكَّبُ الْمُفِيْدُ بِالْوَضْعِ
Yang dinamakan kalam menurut
istilah ulama’ Nahwu yaitu lafadz yang tersusun, yang memberi faidah dengan
disengaja atau dengan menggunakan bahasa arab
Penjelasan
Perbedaan kalam menurut istilah
ulama’:
a. Kalam menurut istilah bahasa: yaitu
setiap perkara yang memberi faidah, bisa berupa tulisan (kitabah), isyaroh,
bundelan (genggaman) tangan untuk menunjukan hitungan (uqod), beberapa
pasangan/bangunan (nusub), seperti Mihrob untuk menunjukan Qiblat, kayu yang
dipasang dekat pintu untuk menunjukan tempat sandal dan tempat mandi yang
ditutup rapat, menunjukan perempuan juga bisa berupa keadaan tubuh yang memberi
kefahaman (lisanul hal) seperti mondar-mandir menunjukan bingung dll.
b. Kalam menurut ulama’ Nahwu: yaitu
perkara yang disusun dari dua kalimah atau lebih dan berfaidah dengan secara
disengaja (atau dengan menggunakan bahasa arab).
Contoh: زَيْدٌ
قَائِمٌ
Zaid berdiri
Contoh ini tersusun
dari dua kalimah, yaitu lafadz زيد dan lafadz قائم dan memberikan faidah menetapkan
hokum berdiri pada zaid.
c. Kalam menurut ulama’ fiqh: yaitu setiap
ucapan yang membatalkan sholat, yang berupa satu huruf yang memahamkan seperti
lafadz قِ
(fiil amar dari masdar wiqoyah) yang bermakna jagalah dirimu, ataupun dua huruf
walaupun tidak memberi faham seperti huruf nafi.
d. Kalam menurut ulama’ Mutakallim (ahli
tauhid): yaitu ungkapan dari sifat yang qodim (dahulu tanpa permulaan) yang
berada pada dzatNya Allah sepi dari huruf dan suara.
e. Kalam menurut ahli Ushul: yaitu lafadz
yang diturunkan pada nabi Muhammad untuk mengalahkan musuh dengan paling
pendeknya surat (al-Kautsar) yang termasuk ibadah dengan membacanya.
Ø
AL-LAFDZU
(
اَللَّفْظُ )
هُوَ الصَّوْطُ
الْمُشْتَمِلُ عَلَى بَعْضِ الْحُرُوْفِ الْهِجَائِيَةِ
Lafadz yaitu suara yang mengandung
huruf hijaiyah, yang diawali huruf alif dan diakhiri huruf ya’
Contoh: زيد mengandung huruf د,
ي, ز
Lafadz dibagi dua, yaitu:
1. Lafadz Muhmal (
مُهْمَلٌ
)
Yaitu lafadz yang tidak
dicetak wadhi’ul lughot (peletak bahasa) untuk menunjukan makna. Contoh: lafadz
دَيْزٌ
kebalikan lafadz زَيْدٌ
2. Lafadz Musta’mal (
مُسْتَعْمَلٌ
)
Yaitu lafadz yang
dicetak wadhi’ul lughot (peletak bahasa) untuk menunjukkan makna.
Lafadz Musta’mal dibagi tiga,
yaitu:
1. Lafadz Mufrod
Yaitu lafadz yang juz
(bagian) dari lafadznya tidak bisa menunjukkan juz dari maknanya. Contoh: زَيْدٌ
2. Lafadz Murokkab
Yaitu lafadz yang juz
dari lafadz itu tidak bisa menunjukkan makna, sedang jika melihat dari sisi
lain, juz lafadz itu bisa menunjukan makna.
Contoh: عَبْدُ
اللهِ (nama orang)
Lafadz ini ditinjau
sebagai alam (nama) maka juz lafadznya seperti lafadz عَبْدٌ tidak bisa menunjukkan juz maknanya (seperti tangan dll) namun
jika dilihat sebagai mudlof dan mudlof ilaih maka menunjukan makna.
3. Lafadz Muallaf
Yaitu lafadz yang
juz-juz dari lafadznya bisa menunjukkan Madlul lain dari semua sudut/sisi
pandang.
Contoh: زَيْدٌ
مُنْطَلِقٌ Zaid
bepergian
Ø
AL-MUROKKAB
( اَلْمُرَكَّبٌ )
هُوَ مَا
تُرَكِّبَ مِنْ كَلِمَتَيْنِ فَأَكْثَرَ تَرْكِيْبًااِسْنَادِيًّا
Yaitu lafadz yang tersusun dari dua
kalimah atau lebih dengan susunan isnadi (penisbatan/penyandaran hukum yang
menjadi kesempurnaan faidah)
Contoh:
1) قَامَ زَيْدٌ Zaid
telah berdiri
2) زَيْدٌ أَخُوْكَ Zaid
saudaramu
3) أَنَا قُمْتُ Zaid
berdiri
Murokkab
yang menjadi persyaratan kalam harus berupa susunan isnadi, hal ini
mengecualikan selain tarkib isnadi, yaitu:
1. Tarkib Mazji (
تَرْكِيْبٌ مَزْجِيٌّ )
Yaitu dua kalimah yang
disusun dan dijadikan satu kalimah.
Contoh:
v بَعْلَبَكَ : Asalnya lafadz بَعْلٌ dan بَكٌ
Nama daerah di Negara
Syam, berhawa sejuk
v بَيْتَ لَحْمٍ : Asalnya lafadz
بَيْتٌ
dan لَحْمٌ
Nama
daerah di palestina
2. Tarkib Idlofi (
تَرْكِيْبٌ اِضَافِيٌّ )
Yaitu susunan lafadz yang
terdiri mudlof dan mudlof ilaih.
Contoh: قَلَمُ
زَبْدٍ
Penanya (bolpenya) Zaid
3. Tarkib Taushifi (
تَرْكِيْبٌ تَوْصِيْفِيٌّ )
Yaitu susunan dua
kalimah dan lafadz, yang kedua menjelaskan makna lafadz yang pertama.
Contoh: خَاتَمُ
حَدِيْدٍ
cincin besi
بَابُ سَاجٍ pintu
kayu jati
4. Tarkib Taqyidi (
تَرْكِيْبٌ تَقْيِيْدِى )
Contoh: اَلْحَيَوَانُ
النَّاتِقُ
Ø
AL-MUFID
( اَلْمُفِيْدُ )
هُوَ
الْمُفْهِمُ مَعْنَى يَحْسُنُ السَّكُوْتُ عَلَيْهِ بِحَيْثُ لَايَبْقَى
لِلسَّامِعِ اِنْتِظَارٌ مُقَيَّدٌ بِهِ
Yaitu
lafadz yang memberi kefahaman pada makna, yang diamnya mutakallim dan sami’
dianggap bagus, sekiranya tidak menunggu yang diqoyyidi (ditentukan
dengan menunggu yang sempurna).
Contoh:
قَامَ زَيْدٌ Zaid telah
berdiri
§ Contoh ini dinamakan mufid karena
memberikan kefahaman, yaitu berdirinya Zaid, sehingga diamnya mutakallim dan
sami’ dianggap bagus, karena ketika mendengar ucapan itu, sami’ sudah faham dan
tidak lagi menunggu yang sempurna kelanjutan ucapan mutakallim.
Dari
uraian diatas, maka fi’il muta’addi yang sudah menyebutkan failnya, tapi belum
ada maf’ul bihnya, bias dinamakan mufid (dan kalam), dikarenakan hanya menunggu
sebentar kelanjutan ucapan mutakallim, tidak seperti lamanya (sempurnanya)
menunggu ketika fi’il belum menyebutkan failnya, mubtada’ belum menyebutkan
khobarnya dan jumlah syartiyah belum menyebutkan jawabnya.
Menurut
pendapat yang rojih (unggul) faidah dalam kalam tidak disyaratkan tajaddul
faidah (harus berupa faidah yang baru), seperti:
اَلنَّارُ
حَارٌّ
api itu panas
اَلسَّمَاءُ
فَوْقُنَا langit
itu diatas kita
Walaupun
sami’ sudah mengetahui artinya contoh tersebut dinamakan kalam, karena bila tajaddul
faidah disyaratkan, maka akan menimbulkan suatu susunan. Kalimah bias
dinamakan kalam jika sami’nya sudah mengerti, dan tidak dinamakan kalam jika
sami’nya belum mengerti, sedang yang dilihat adalah dzatiyahnya lafadz sudah
memberi faidah, bukan pada sami’nya.
Ø AL-WADL’U (
اَلْوَضْعُ
)
Ulama’
nahwu terdapat dua pendapat dalam pengertian wadlo’ yaitu:
1. Jika melihat dilalahnya kalam adalah wadl’iyah
(asal cetaknya), maka pengertian wadlo’ adalah menggunakan bahasa arab,
mengikuti pengertian ini maka bahasa selain Arab seperti Turki, India, dan
lain-lain tidak bisa dinamakan kalam.
2. Jika melihat dilalahnya kalam adalah aqliyyah
maka pengertian wadlo’ adalah ucapan yang disengaja.
Menurut
Syaikh Kholid dalam kitabnya “Syarhu Matnil-Ajurumiyah” berkata:
“diantara dua pendapat itu yang ashoh adalah yang kedua, yaitu kalam
diartikan ucapan yang disengaja”.
mantab
ReplyDeleteشكرا كثيرا يا اخي
ReplyDeleteMakasih...
ReplyDeleteMantab
Tolong lanjutkan kembali artikel-artikel bermanfaatnya kang...
ReplyDeletesalam. apakah tarkib mazji bisa dibuat bebas dari kata apa saja? atau hanya kata tertentu seperti dalam contoh diatas?
ReplyDeleteterimakasih
Makasih kang
ReplyDeleteyoutube.com/mercari: YouTube is an amazing and powerful tool to watch
ReplyDeleteYouTube is an amazing and powerful tool to watch YouTube clips and videos with ease. I think YouTube and the free youtube to mp3 internet are one of the biggest online